Ketika
kesetiaan cinta dipertanyakan
Ketika
nyawa manjadi taruhan
Namun
…hanya cinta yang sanggup membuat semuanya mengerti
Hari itu hujan seolah berlomba mengguyur bumi. Dimana-mana
terlihat orang-orang mencoba mengeringkan bajunya, walau tau hal itu sia-sia
karena hujan turun begitu deras. Di suatu tempat tampak dua orang yang memasang
wajah cemberut karena hujan yang mereka tunggu tak kunjung reda, malah semakin
deras.
“Fa kok nggak berhenti-henti juga sich
ujannya? Apa aku telfon Ibuku aja kali ya?” kata gadis berjilbab di sebelah Shifa
“Yah.. nin, masa kamu tega sich
tinggalin aku sendirian disini ujan-ujan kayak gini?” balas Shifa yang masih
dengan wajah memelas.
Belum selesai Shifa mengganti wajah
murungnya, muncul seorang wanita setengah baya yang baru menghentikan sepeda
motornya di depan mereka berdua, yang tak lain wanita itu adalah Ibu Nina.
Spontan wajah Shifa kian cemberut melihatnya. Nina yang menyadarinya segera
menghampiri Ibunya yang berdiri di dalam hujan.
“
Bu, Nina barengin temen Nina ya, kasihan nggak ada yang jemput” kata Nina
Ibu Nina pun hanya tersenyum dan
memberi isyarat agar segera memangg il Shifa yang seolah tak perduli lagi sama
mereka.
“Fa bareng yuk, tadi Ibu aku sengaja
jemput tapi aku tadi nggak jadi telfon kok, suer dech!” seru Nina dengan penuh
semangat. Jari telunjuknya dan tengahnya pun diacungkan untuk meyakinkan
sahabatnya itu.
Sementara Shifa membiarkan Nina gelisah
menunggu jawaban, dari kejauhan terdengar deru suara motor yang semakin lama
semakin dekat, dan akhirnya berhenti di depan mereka.
“Lho kok mbak masih disini,” kata
seorang cowok yang mengendarai motor tersebut.
Cowok itu tak lain ialah Dito adik kelas mereka. Shifa pun
memandang mencela kemudian ia pun menjawabnya “kamu jadi temen kok nyebelin banget
sich Nin, temen sendiri mau ditinggal. Terus kamu, lagian ngapain kamu sok jadi
pahlawan mo nganterin aku segala, sadar dong kamu tu masih kecil, mungkin naik
motor aja belom bisa, mau sok nganter orang ”
Serentak seluruh mata yang menjangkau tempat itu pun membelalak, termasuk Ibu Nina yang mulai
kesal karena menunggu.
Spontan,Dito pun yang tak menyangka mendapat jawaban akan
separah itu tanpa sadar membalasnya dengan teriakan.“Ohh… jadi karna aku adik
kelas kamu dan aku masih kamu anggap anak kecil yang belom pecus naik motor
nggak boleh nganterin kamu gitu ? Oke lagian aku kok bego banget sich
hujan-hujan gini ngeladenin cewek yang nggak tau sopan santun dan terima kasih
kayak kamu.”
Shifa pun terdiam mendengar jawaban Dito dan beranjak perg i setelah
mengetahi bahwa kakak laki-lakinya menjemputnya.
Dalam hati Nina pun
membenarkan perkataan Dito yang bilang bahwa Shifa cewek yang nggak tau
makasih. “Buktinya dia meninggalkan aku padahal kan aku dah ngajakin dia
bareng, tapi malah pergi gitu aja. Ujarnya lirih. ”
©©©©
Tas dan sepatu pun terlempar begitu saja, begitu juga
kemeja yang Nina sebut kemeja imut pun melayang nggak berguna di udara dan
jatuh persis jatuh di atas kepala Feanee, kucing kesayangannya yang spontan
gelagapan dan memberinya geraman yang mirip dengan dengkuran. Nina kembali
teringat dengan peristiwa sore tadi,
“ Coba aku bisa bantu kamu Dit ” pikir Nina
Lamunan Nina pun buyar ketika dia mendengar suara motor Dito
yang sangat dikenalnya memasuki halaman rumahnya. Dito melangkahkan kakinya
dengan wajah sendu tanpa ada keceriaan sedikitpun terpancar di wajahnya.
Melihat wajah Dito pun Nina sedikit tertawa.
“ Dit, ngapain tu muka kamu kok kamu tekuk gitu,
baru aja ditagih utang ya ? ” sindir Nina
“ Utang apa, aku mikirin temen kamu yang tadi, sapa
sich namanya ? ” jawab Dito
Nina pun segera mengeyakan dirinya di
sofa dan menarik nafas.
“ Shifa
maksud kamu Dit? Biasain aja itu telinga denger kata-kata pedas
darinya ! ” tanya Nina
“ Biasain ??? emang
telingaku ini lubang khusus apa ? lagian kenapa dia sikapnya kayak gitu,
cantik-cantik tapi galak ! ” timpal Dito
Nina pun membiarkan dirinya terdiam
sejenak agar Dito nggak menanyakan hal yang sama sekali nggak pengen ia jawab,
karna ia pun sebenarnya tau bahwa Shifa mencintai Dito dan Ditopun mungkin
sekarang sudah mulai tertarik pada Shifa.
“ Wei Nin, ditanya kok malah
bengong !! ” seru Dito dan emmbuat Dito tersentak.
“ Dit apa yang kamu bakal
lakuin kalo dokter memvonis kamu mengidap penyakit jantung ??!!! ” Nina
pun berteriak sekeras mungkin berharap cowok di depannya itu berhenti bertanya
“ jadi tu cewek
sakit…jantung ? ” bisik Dito seakan telinga Dito tak bisa menerima
kenyataan yang baru saja ia dengar.
©©©©
Sementara di tempat Shifa, tepatnya dikamar yang penuh
dengan lukisan bernuansa Arabic Style dan meja di sudut yang diatasnya
penuh dengan obat yang tampak berjajar rapi itu, Shifa membuka sebuah buku yang
bertuliskan SAY
WITH THE GRASS dan membuka
halaman yang masih kosong. Ia pun beralih mengambil penanya di ujung mejanya dan
meletakkan tangannya diatas buku yang merurut teman-temannya sering disebut
DIARY. Tapi lain dengan Shifa yang selalu menganggapnya teman berbagi suka dan
dukanya. Dia merenung, dan tampak siap untuk menggoreskan penanya tapi
gerakannya berhenti, ia berfikir sejenak dan menuliskan tanpa sedikit pun suara
keluar dari mulutnya, WHY I LOVE YOU….my brother ….DITO. tak pernah
terpikir dibenak Shifa kalau ia bakal jatuh cinta terhadap adik kelasnya
sendiri. Memang dari dulu Shifa sudah punya hati sama Dito, tapi perasaan itu
selalu ia pendam dalam hati karena ia selalu berfikir bahwa nggak ada gunanya
ia punya perasaan kayak gitu, toh
sebentar lagi ia akan pergi meninggalkan semua, cinta, teman, keluarga dan
dunia yang fana. Tak terasa air mata pun telah membasahi pipi Shifa, Shifa tersadar dan
membiarkan penanya menari diatas bukunya, sebaris demi sebaris, sebait demi
sebait ditulisnya hingga tercipa puisi
Dalam hidup yang begitu singkat ini
Banyak hal yang ingin kulakukan
Kuingin pergi dengan sebuah senyuman
Tanpa diioringi isak tangis yang
berkepanjangan
Kuingin tetap diikenang
Menjadi sosok yang selalu dirindukan
Sahabat, keluarga dan cinta
Sebenarnya semua sangat berharga
Namun, tak satupun mampu melawan ketentuan-Nya
Kuhanya hamba-Nya yang lemah
Yang hanya mempu menerima semua dengan tabah
Kuharus jalani sisa waktu yang Dia berikan
Dengan penuh ketegaran
Shifa pun menutup bukunya, kemudian
segera beranjak tidur karena ia besok akan pergi ke Malang untuk berobat lagi,
jadi ia harus bangun pagi. Sebenarnya ia tidak ingin berpisah dengan
teman-temannya dalam waktu yang lama sekitar 5-6 hari, apalagi ia harus
meninggalkan pelajaran padahal sebentar lagi ia akan mengikuti UAN, tapi apa
boleh buat orang tuanya memaksa.
©©©©
Keesokan harinya disekolah, Dito menemui Nina lagi. Ia
bermaksud menanyakan dimana Shifa. Kenapa ia tak masuk, apa ia sakit ???
serta pertanyaan Dito yang lain yang membuat Nina pusing, karna ia
terus-terusan ditanya tanpa memberi kesempatan untuk menjawab.
“kamu tu, bertanya apa cerita sich Dit ? kasih aku
kesempatan dong buat jawab, jangan ngomel melulu ! ” kata Nina dengan
kesal
“ya udah dech, aku minta maaf, abis aku khawatir banget
sama dia, sekarang kamu jawab semua pertanyaaanku tadi ! ” jawab Dito
dengan tidak sabar
“Gini , Shifa tu diajak ortunya ke Malang buat berobat
lagi, karena orang tuanya pengen banget Shifa bisa sembuh, semua pasti tau,
nggak ada orang tua yang ngebiarin anaknya sakit kan. ” jawab Nina dengan
suara yang semakin rendah.
“ Terus kira-kira berapa hari dia disana, itu
berarti ia nggak ikut les buat persiapan UAN dong ? ” tanya Dito lagi.
“ Ya kata orang tuanya 5-6 hari tapi nggak tau jika ada
perubahan, so otomatis dia nggak ikut pelajaran ataupun les ”jawab Nina.
Setelah mendengar jawaban dari Nina, Dito pun perg i
meninggalkan Nina dengan wajah murung. Ia pergi tanpa sepatah kata keluar dari
mulutnya.
©©©©
Satu minggu kemudian
Saat Nina akan berangkat ke sekolah, tiba-tiba Hpnya
berbunyi, tanda ada sms masuk. Ternyata sms itu dari Shifa, Nina pun tampak
senang karna Shifa hari ini akan masuk sekolah. Ia telah pulang kemarin sore.
Segera saja Nina mengirim sms pada Dito tentang Shifa dan berharap Dito senang
mendengarnya.
Di sekolah, Dito datang dengan senyum yang menawan, ia
kelihatan begitu sangat gembira hari ini. Tak ada yang tau apa yang terjadi
pada Dito sehingga ia kelihatan sangat gembira seperti itu.
Berbeda dengan 5 hari belakangan ini.
Hanya Ninalah yang tau tentang perasaan Dito. Pada jam istirahat Nina mengajak Shifa
pergi ke kantin, lalu ia menceritakan semua tentang Dito selama Shifa tak ada. Shifa
sempat terpaku saat Nina mengatakan bahwa Dito pun juga mencintainya, karna ia
tau semua itu hanya bakal sia-sia saja. Dan itu semua hanya akan membuat luka
di hati Dito jika suatu saat ajal
menjemputnya. Lamunan Shifa buyar ketika Nina mulai mengajak ia bicara
“Apa yang lho lakuin fa?, kalo Dito
menyatakan perasaannya ma kamu? Aku sebagai sahabat Cuma bisa ngedukung semua
keputusan yang telah kamu ambil, moga itu yang terbaik buat kamu dan buat
semuanya” tanya Nina
©©©©
Pulang sekolah Dito tampak tidak begitu
senang, hal itu mungkin karna di sekolah tadi Dito tak berhasil bertemu dengan Shifa.
Tapi ia tak nyerah sedikitpun, ia ingat bahwa hari ini ada les buat anak-anak
kelas IX dan itu berarti Shifa masih belum pulang. Dengan tekad yang sudah
bulat, akhirnya Dito langsung menuju ke kelas Shifa, namun ternyata guru les
telah masuk ke kelas. Akhirnya pun dengan terpaksa Dito menunggu diluar dengan
begitu sabar. Akhirnya saat yang di nantipun tiba, saat guru les melangkah
keluar kelas segera saja Dito masuk ke kelas Shifa. Semua anak di kelas itu pun
kaget dengan kedatangan Dito padahal mereka tau Dito adalah anak kelas VIII,
yang seharusnya tak ada di situ. Tanpa ragu-ragu sedikitpun Dito mendekati Shifa.
Kontan saja anak-anak di dalam ruangan itu terkejut dan menatap Dito dengan
tatapan aneh. Tapi dasar Dito, ia tak menghiraukan hal itu. Ia pun terdiam
sejenak, tak lama ia pun berkata,
“Shifa... mungkin selama ini aku dah
banyak bikin kamu kesel tapi asal kamu tau, aku lakuin semua biar aku bisa
deket sama kamu, entah kamu percaya apa nggak ma aku. Hari ini dihadapan semua
temen-temen les kamu, aku pengen ngungkapin semua perasaan yang udah lama aku
pendam di hati. Shifa..... sebenarnya aku sangat menyayangimu, aku ingin
melindungimu, aku ingin selalu di dekatmu, melewati suka dan duka hidup
bersamamu agar kamu nggak ngrasa hidup sendiri. Biarkan aku menjadi penjaga
hatimu Shifa, terimalah cinta yang begitu tulus dari lubuk hatiku yang paling
dalam ini, izinkan aku masuk kedalam perjalanan hidupmu Shifa, ku mohon
terimalah anak kecil yang mengais cintamu ini, jangan membenciku Shifa karna
itu lebih menyakitkan daripada apapun.” ungkap Dito dengan penuh keyakinan
Seketika suasana kelas pun menjadi
hening, hanya semilir angin sepoi yang menggugurkan daun-daun kering pohon
mangga disekitar ruangan itu. Nina yang masih terbelalak belum percaya jika Dito
sampai melakukan hal itu, namun tiba-tiba teman-teman Shifa yang berada di
ruangan itu kecuali Nina berteriak cukup keras “
Trima,..........trima,............trima,...............!” serentak semuanya pun
mendukung Shifa agar menerima cinta Dito. Akhirnya dalam keadaan terpaksa,
tanpa pikir panjang atau memang Shifa juga sudah tak sanggup memendam perasaannya
sehingga ia pun mengeluarkan beberapa patah kata.
©©©©
“Baiklah Dito, aku terima cintamu, tapi kuharap itu
bukanlah sebuah penyesalan untukmu, jika seseuatu yang buruk terjadi
padaku”jawab Shifa
Akhirnya semua teman-teman Shifa
termasuk Nina bersorak gembira dan satu persatu mengucapkan selamat buat Shifa
dan Dito.
©©©©
Hari-hari berlalu dengan penuh kebahagiaan buat Shifa dan
Dito, karna Dito salalu membuat Shifa tertawa lepas tanpa satu beban apa pun. Namun disisi lain Nina justru sangat kecewa karna ia
merasa terus diacuhkan oleh Shifa dan Dito. Nina sekarang seakan menjadi
individu tunggal yang selalu sendiri, dan selalu kesepian. Tapi disisi lain Nina
sadar bahwa ia harus merelakan teman baiknya bahagia. Ia tak mau merenggut
kebahagiaan yang mungkin terakhir kalinya dapat dirasakan oleh Shifa sebelum ia
pergi untuk selama-lamanya.
Saat jadwal ujian praktek diumumkan,
anak-anak kelas IX sangat khawatir, perasaan takut dan cemas pun mereka
rasakan. Namun Shifa terlihat lebih sedih daripada teman-temannya yang lain. Shifa
takut jika ia tak mampu lolos ujian praktek tersebut karena semenjak ia sakit,
ia sering sekali meninggalkan pelajaran di kelas dan jarang mengikuti les.
Namun Dito selalu memberi semangat Shifa untuk terus berusaha dan mencoba tanpa
ada kata menyerah. Akhirnya Shifa dapat melewati ujian praktek dengan cukup
baik sama seperti teman-temannya yang lain.
©©©©
Pagi itu, sebelum
berangkat ke sekolah Shifa merasa dirinya tidak begitu baik. Ia merasa
berat untuk meninggalkan rumah, orang tuanya , juga adik laki-lakinya yang
masih duduk di bangku SD tepatnya kelas 1. Namun karena hari ini sekolah
mengadakan Try Out untuk terakhir kalinya sebelum UAN tiba, akhirnya Shifa
memaksakan diri untuk masuk sekolah. Sebelum
itu, Shifa meminta Ibunya untuk melepas perhiasan yang ia pakai, yaitu anting
dan kalungnya. Ia takut jika barang berharga itu hiang.
Padahal dulu Shifa adalah orang yang paling suka memakai perhiasan dan enggan
untuk melepasnya. Ibu Shifa pun mulai bertanya-tanya dalam hati, namun karna ia
tak ingin membuat Shifa kecewa dan sedih tanpa berfikir panjang, anting dan
kalung yang dipakai Shifa dilepasnya. Langsung saja Shifa berpamitan kepada orang
tuanya.
“Ayah…..,Ibu…., doain Shifa ya, semoga Tuhan masih memberi
kesempatan dan waktu lebih panjang lagi, sampai Shifa bisa membalas semua jasa Ayah
dan Ibu yang udah melahirkan, membesarkan dan mendidik Shifa sampai kayak gini.
Shifa berharap lahirnya Shifa di dunia ini bukan suatu penyesalan buat Ayah dan
Ibu. Maafkan juga atas semua kesalahan yang pernah Shifa lakukan. Shifa pengen
banget jadi anak kebanggaan Ayah dan Ibu.” Kata Shifa
“Ya Shifa kamu harus percaya bahwa Tuhan akan mengabulkan semua
keinginanmu. Dia akan memberi kepada hamba-Nya yang meminta jadi kamu harus
selalu berdoa kepada-Nya” jawab Ayah Shifa dengan penuh ketegaran.
Namun Ibu Shifa tak dapat menahan air matanya, ia pun tak dapat
berucap sepatah kata pun dan membiarkan Shifa berangkat setelah mencium
tangannya.
Di sekolah Nina sengaja berada di belakang Shifa yang baru saja
turun dari bus umum. Ia ingin mengagetkan Shifa dengan sedikit hentakan. Namun Dito
yang ternyata juga berada di belakang Nina, mencegahnya. Ia takut sampai
terjadi apa-apa pada Shifa. Ternyata benar, tanpa mendapat hentakan dari Nina, Shifa
sudah lemas dan jatuh ke lantai sesaat sebelum ia meng injakan kakinya di dalam
kelas. Nina hanya diam terpaku, ia masih tercengang melihat Shifa tergeletak
tak berdaya di lantai. Dito pun yang mengetauinya tanpa pikir panjang langsung
mengangkat Shifa dan melarikannya ke UKS, Tapi tetap saja Nina tak berbuat
apa-apa. Ia masih berdiri tegak di
tempat itu, sampai salah seorang temannya menegurnya.
“apa yang terjadi dengan Shifa, Nin?” tanyanya.
Namun Nina tak menjawab, ia langsung berlari menuju UKS dan
membiarkan beberapa buku yang dipegangnya jatuh berantakan ke lantai.
Di UKS, Dito dan Nina berusaha menyadarkan Shifa yang masih
pingsan. Namun semua cara sudah mereka lakukan dan hasilnya Shifa tak membuka
matanya sedikitpun. Dito merasa darahnya mengalir deras, jantungnya pun berdetak
cepat, tubuhnya dingin seakan membeku. Begitu juga dengan Nina, ia mengeluarkan
keringat dingin dan wajahnya memucat. Mereka
seakan sudah tak dapat berbuat apa-apa. Akhirnya seorang teman Nina segera menuju ke ruang TU dan menelfon
salah seorang guru. Memang pagi itu belum ada satu orang guru pun
yang datang, mungkin para guru sengaja datang lebih siang karena hari itu KBM
tak berlangsung seperti biasanya.
Beberapa menit kemudian, seorang guru
datang dan memeriksa keadaan Shifa. Ia mengatakan bahwa Shifa harus di bawa ke
rumah sakit. Dito dan Nina pun bersikeras untuk ikut ke rumah sakit, namun
tidak diperbolahkan, mereka harus tetap berada di sekolah.
“Kalian semua berdo’a saja untuk
kesembuhan Shifa. Kosentrasi saja ke pelajaran tidak akan terjadi apa-apa
dengan Shifa” kata guru itu dengan beg itu yakin
Namun Dito tidak bisa diam begitu saja
akhirnya ia pun meminjam salah satu motor temannya dan langsung mengejar mobil
yang membawa Shifa. Karana kurang hati-hati dan terlalu kencang mengendarai
motor, tiba-tiba Dito menabrak sebuah bus yang sedang berhenti untuk menurunkan
penumpang. Darah mengalir cukup banyak dari kening dan hidung Dito. Orang-orang
pun segera membawa Dito yang masih pingsan ke puskemas terdekat. Setelah sadar Dito
teringat Shifa, dengan kepala berbalut perban Dito memaksakan diri lari dan
menaiki motor yang sudah rusak karna kecelakaan tadi. Dengan menahan rasa
sakit, akhirnya ia tiba di rumah sakit. Namun alangkah buruk nasib yang dialami
Dito, disana ia telah disambut dengan isak tangis guru yang mengantar Shifa.
Dito yang baru datang dan tidak tahu apa-apa dengan
perasaan gelisah bertanya “Gimana keadaan Shifa? Ia baik-baik saja kan?” namun Dito
tak mendapat jawaban apapun.
“Kenapa pertanyaanku tadi nggak
dijawab, apa yang sebenarnya terjadi?” teriak Dito
Karena kesal Dito langsung masuk ke
dalam salah satu kamar yang ditempati Shifa. Disana ia melihat sekujur tubuh Shifa
ditutup dengan kain, itu berarti...?? pikiran Dito pun melayang jauh
keman-mana.
“ Nggak....,nggak..., mungkin” teriak Dito
“ Bangunlah Shifa! Ini aku Dito,….. bicaralah Shifa! Ucapkan satu kata saja untukku! Kau nggak akan
ninggalin aku kan, Fa?!!.... Buka mata kamu Shifa!.. Jangan biarkan aku
sendiri, Fa.” tanya Dito tanpa henti.
“ Kau belum mengatakan salam perpisahan
buat aku Shifa, kau jahat,Fa.” teriak Dito dengan air mata yang sudah hampir
bercucuran menetes ke pipinya.
Akhirnya tertutuplah mata Shifa untuk
selama-lamanya, ia akan beristirahat dengan tenang disana dipangkuan Tuhan,
meninggalkan dunia, sahabat, cinta, dan keluarganya yang begitu menyayang inya.
Tak berbeda dengan Dito, Nina yang
mendengar berita itu tak mampu mengeluarkan sepatah katapun, seakan seluruh
tubuhnya dihimpit batu besar yang membuatnya seakan sulit bernafas. Akhirnya ia
pun lemas dan jatuh ke lantai.
Setelah sadar, ia langsung diantar
orang tuanya kerumah Shifa sekalian untuk ta’ziyah. Disana ia melihat Dito yang
sedang melamun, matanya pun masih berkaca-kaca.
“ Dit sabar ya, ini semua cobaan buat kita. Hidup dan
mati manusia hanya Tuhan yang tahu, kita hanya cukup berusaha dan berdoa.
Percayalah semua ketentuan-Nya adalah yang terbaik untuk kita” kata Nina
menghibur hati Dito yang sedang kelam.
Sesaat kemudian Dito berbisik lirih “I CAN’T FORGET U, Shifa. I Love You Ferever.
Hiduplah tenang disana. Doa kami yang akan membimbingmu.”